Bicara
sepakbola dunia gak afdol kalo gak ngebahas tim nasional Inggris.
Timnas ini walaupun prestasinya biasa2 aja dalam 1 dekade terakhir,
tetap mengundang atensi khalayak ramai untuk disimak. Gimana nggak,
disanalah pemain2 bertalenta dan terkenal berkumpul. Klub-klub mereka
berprestasi di kejuaraan regiional dan punya reputasi mendunia. Tapi,
kenapa timnas negara yg mengklaim sebagai penemu sepakbola hanya sekali
ngerasain jadi juara dunia, itupun udah hampir setengah abad yg lalu.
Inggris adalah negara industri sepakbola, itu udah gak bisa disangkal
lagi. Seperti halnya negara2 Eropa lainnya, disana pesepakbola adalah
raja. Mereka lebih ngetop dibanding artis atau politisi. Untuk kalangan
cewek2, memacari pesepakbola adalah impian. Dan kalo bicara
kompetisinya, liga Inggris saat ini adalah liga yg paling banyak
ditonton di dunia. Gak heran, apresiasi orang sana terhadap sepakbola
memang tinggi, dilihat dari penggarapan olahraga 11 lawan 11 itu dengan
serius, melibatkan orang-orang kompeten dan profesional, sehingga
industri sepakbola disana begitu maju, bahkan tim-tim divisi dua mereka
juga mampu menggerakkan ekonomi secara gradual. Disini? Lapangan bola
lebih sering dirusak oleh acara-acara non olahraga.
Kembali ke timnas Inggris, di awal tahun 2000an, mereka mengandalkan
amunisi dari Manchester United sebagai tulang punggung tim. David
Beckham dan Paul Scholes gak pernah tergeser dari starting eleven.
Garry Nevile adalah penghuni tetap sisi kanan pertahanan. Lalu muncul 2
gelandang superstar yaitu Frank Lampard dan Steven Gerrard, yang
sayangnya kedua pemain ini kaya cowo sama cewe gak “klik” walaupun sama
hebatnya. Mereka gak pernah bisa main bareng. Disamping masalah
Lamps-Stevie G tadi, ada juga problem di posisi penjaga gawang.
Sepeninggal David Seaman, Inggris seolah coba2 kiper. Dari David James,
Paul Robinson, Scott Carson sampai Robert Green gak pernah bener2
memuaskan publik dan pers Inggris yg terkenal nyinyir. Begitu pula
sektor depan dimana Michael Owen dan Robbie Fowler gak bisa bermain
sebagus di klub mereka, dan belum bisa menyamai reputasi SAS (Shearer
and Sheringham) di timnas.
Tapi itu dulu. Sekarang? Timnas Inggris bener2 berubah wajah. Mereka
gak lagi bermain spartan dengan full power. Kick and rush is so 80’s.
Revolusi itu dimulai saat Sven Goran Eriksson menggantikan Glenn
Hoddle. Eriksson mulai memainkan sepakbola ala Eropa daratan dengan
penguasaan bola serta penerapan taktik yg tepat untuk menang. Sayangnya
di era Eriksson pula timnas ini lebih mirip kumpulan artis hollywood
daripada pemain bola. Puncaknya di Piala Dunia 2006 dimana The Ice Man
membolehkan para pemain membawa serta WAG’s (Wife and Girlfriends) yg
langsung mengundang sirkus media, membuat para pemain lupa pada tugas
negara yang diembankan di pundak mereka.
Selanjutnya, Inggris mengalihkan nahkoda ke Steve McLaren, pelatih yg
sebenarnya bereputasi medium. Ditangannya, sepakbola Inggris mencapai
titik nadir yaitu tidak lolos ke Piala Eropa 2008, karena di
pertandingan terakhir kualifikasi grup dikandaskan Kroasia. Lalu
muncullah Fabio Capello. Kemunculan pelatih yg akrab dengan gelar
semasa melatih di level klub ini mencerahkan asa publik. Capello dengan
mudah membawa Inggris lolos ke Piala Dunia 2010. Sayang di Piala Dunia
edisi terakhir ini memunculkan cerita mirip jelang Piala Dunia 2002,
dimana Wayne Rooney sebagai pemain kunci mengalami patah tulang
metatarsal menjelang turnamen, sehingga si shrek gagal tampil maksimal.
Cerita yg mirip David Beckham di 2002 yg juga patah tulang metatarsal
setelah ditekel brutal oleh Aldo Duscher saat membela MU di Liga
Champions melawan Deportivo La Coruna. Dan sama seperti 2002, Inggris
gagal di perempat final. Kalau di 2002 mereka dikalahkan Brazil lewat
gol tendangan bebas Ronaldinho yang salah diantisipasi David Seaman, di
2010 mereka dibantai anak-anak muda Jerman pimpinan Mesut Ozil dan
Thomas Mueller lewat pertandingan yg dikenal luas dengan insiden bola
lewat garis Frank Lampard.
Kegagalan tim untuk kesekian kalinya bisa jadi erat kaitannya dengan
kompetisi EPL yang terlalu kosmopolitan, sehingga pemain-pemain asli
Inggris terpinggirkan. Well, walaupun debatable tapi hal ini memang
dikeluhkan oleh Don Fabio. Walaupun demikian, tugas Capello hanyalah
melatih timnas Inggris, tanpa punya wewenang lebih jauh untuk menyelami
kompetisi sepakbolanya. Capello hanya bisa mengambil pemain yang ada
yang telah dihasilkan oleh kompetisi. Dari sisi teknis Capello
nampaknya belajar bahwa tim ini tidak boleh tergantung pada sosok
bintang. Tim dirombak, cara bermain dan pendekatan dirubah. Kemunculan
pemain seperti Scott Parker, Jack Wilshere dan Phil Jones maupun Jack
Rodwell akan total merubah cara bermain si tiga singa. Inggris baru ini
adalah tim dengan taktik yg matang dan sangat kolektif. Capello
memperlihatkan wajah aslinya. Seperti kebanyakan pelatih Italia,
Capello menyukai 2 gelandang tengah yang menopang 4 pemain berkarakter
menyerang dalam tim. 2 gelandang itu diisi oleh Parker dan Wilshere,
atau Gareth Barry, Frank Lampard maupun Rodwell. Dia meninggalkan
Gerrard. Sementara Ashley Young, Stewart Downing James Milner, dan Adam
Johnson menyisir sektor sayap. Di depan, Capello bakal pusing karena
membludaknya talenta. Wayne Rooney ditemani secara bergantian oleh
Darren Bent, Theo Walcott, Jermain Defoe, Andy Carroll, dan Daniel
Sturridge. Belum lagi Bobby Zamora dan Danny Welbeck siap memberi
bukti. Hanya, absennya Rooney di dua pertandingan awal Euro 2012 bisa
mempengaruhi sektor serangan tim tiga singa ini.
Yang menarik adalah kehadiran Wilshere dan Parker sanggup melengserkan
Lampard dan Gerrard. Wilshere adalah pemain langka di lini tengah
Inggris. Visi dan kemampuannya mengkreasi permainan berbeda dengan
gelandang Ingrris pada umumnya yg memiliki DNA permainan keras dan
efisien. Sayangnya dia sedang mengalami cedera panjang, yang mungkin
bisa menjegalnya tampil di Euro 2012. Begitu pula Parker yang meskipun
berkarakter garang dengan tackling2nya, tapi dia punya visi dan seorang
pengumpan yg baik. Lini tengah kini adalah senjata andalan Inggris.
Bahkan Capello sering mencoba skema 1 striker dengan menempatkan Rooney
didepan Ashley Young, Adam Johnson dan James Milner.
Ada satu nama lagi yg siap jadi andalan baru Inggris yaitu Phil Jones.
Jones, yg baru musim ini bermain untuk MU juga adalah pemain langka.
Berbadan kokoh tapi penguasaan bolanya eksepsional. Dengan kecepatannya
dia sanggup mengobrak abrik pertahanan lawan, lalu membuahkan gol buat
timnya. Dia bisa dipasang sebagai bek kanan dan gelandang bertahan,
walaupun posisi naturalnya adalah bek tengah. Di usianya yg masih 19
tahun, dia sangat mungkin melebihi pencapaian senior2nya seperti John
Terry atau Rio Ferdinand.
Inggris semakin siap dengan makin matangnya Joe Hart di pos penjaga
gawang. Hart mulai terbiasa bermain di kompetisi level atas seiring
naik daunnya prestasi Manchester City.Hart, yg mengaku sering
dibombardir ratusan tembakan oleh striker2 world class City macam
Balotelli, Aguero, Dzeko dan Tevez selama latihan, mengakui saat ini
dia telah berada pada jalur yg benar untuk menjadi penjaga gawang
Inggris dalam waktu yg lama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar